Minggu, 08 November 2015

TASYAKUR BIN NI'MAT

Apa itu syukur?
Bahasa syukur bukanlah bahasa asing yang baru kita kenal, melainkan bahasa yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun pernahkah kita berfikir makna syukur yang sesungguhnya. Kita sama-sama tahu, bahwa syukur itu ialah ungkapan terima  kasih kepada Allah atas apa yang telah dianugerahkan kepada kita semua.  Namun apakah rasa syukur itu hanya ditujukan untuk Allah semata, ataukah ada yang lain?
Pada hakikatnya, Allah lah yang telah mengirimkan semua kenikmatan yang ada di dunia ini. Allah memberikan kita rizki, dengannya kita dapat makan dan minum, Allah mengaruniakan kita pakaian, dengannya kita dapat menutup aurat dan berhias, Allah menganugerahkan kita tempat tinggal, di dalamnya kita dapat beristirahat dengan nyaman, Allah memberikan kita kendaraan, dengannya kita dapat bepergian, Allah juga mengkaruniakan kita jasad yang sehat, dengannya kita dapat beraktivitas, Allah juga yang telah menjadikan negeri kita meerdeka, dengannya kita bisa hidup dengan keadaan aman, damai dan sentosa.
Semuanya itu adalah kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita, tiada suatu apapun dan sekecil apapun nikmat melainkan itu datangnya dari Allah. Dan yang lebih berharga dari itu semua, Allah pula yang mengaruniakan kepada kita nikmat iman dan islam.
Namun, pernahkah kita berfikir bahwa dibalik sekian banyaknya nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita semata-mata adalah sebagai bentuk ujian untuk kita? Apakah kita akan menjadi hamba-Nya yang bersyukur ataukah justru menjadi orang yang kufur.
Sebagai mana yang diungkapkan oleh Nabiyullah Sulaiman a.s, tatkala Nabiyullah ini mendapatkan nikmat, beliau mengatakan:
        “Ini termasuk karunia dari Rabb-ku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabb-ku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40).
Hikmah yang bisa kita ambil dari ayat ini ialah hendaknya kita bersyukur kepada  Allah dan jangan menjadikan diri kita kufur atas ni’matnya, hendaknya kita senantiasa tahu dari mana ni’mat ini berasal dan tidak lupa siapa yang telah manganugerahkan tersebut untuk kita. Hendaknya kita lebih taat dengan adanya nikmat tersebut dan tidak menjadikan kita bermaksiat kepada-Nya atas nikmat yang ada.
Keadaan seperti inilah yang menjadikan penulis bertanya-tanya, sejauh mana sih kita memahami makna syukur itu? Bersamaan dengan hal itu, pada kesempatan ini kita akan sama-sama belajar tentang apa itu syukur, bagaimana melakukannya, kepada siapa kita harus bersyukur, serta apa manfaatnya bagi kita.
Hakikat Syukur
Kata “syukur” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab.  Dalam   Al-Quran   kata  “syukur”  dengan  berbagai  bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat  kali. Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa  Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata “syukur”  mengandung  arti  “gambaran  dalam  benak tentang  nikmat  dan  menampakkannya  ke  permukaan”.
Kata ini  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: rasa terima kasih kepada Allah, dan rasa beruntung  (menyatakan lega, senang, dan sebagainya)
Menurut Dr. M. Quraish Shihab kata syukur ini berasal dari  kata “syakara”  yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup atau melupakan nikmat yang diberikan oleh Allah swt.
Menurut Sudirman Tebba Syukur berarti berterima kasih kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada manusia. Dan pada hakikatnya syukur adalah pengakuan terhadap nikmat Allah dengan hati dan tindakan.
Menurut Fachruddin HS dan Irfan Fachruddin syukur artinya membalas jasa, menghargai pemberian, serta menggunakan pemberian itu menurut sewajarnya dan dengan cara yang sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Ahmad Mudjib Mahalli syukur merupakan bagian dari pengakuan terhadap kebaikan  dan pemberian yang kita terima dari sisi-Nya sebagai Tuhan pencipta segala makhluk dan alam semesta.
Selain sebagai ungkapan terima kasih, mengingat Allah juga merupakan salah satu bentuk syukur kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan salah satu hadits qudsi yang berbunyi:
قَا اللهُ تَعَالىَ : يَاابْنَ اَدَمَ, اِنَّكَ مَاذَكَرْتَنِى شَكَرْتَنِى, وَاِذَامَانَسِيْتَنِى كَفَرْتَنِى (رواه الطبرانى عن ابى هريرة
“Allah berfirman dalam hadits qudsi-Nya: “wahai anak Adam, bahwa selama engkau mengingat Aku, berarti engkau mensyukuri Aku, dan apabila engkau melupakan Aku, berarti engkau telah mendurhakai Aku!”. (H.R Thabrani)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa syukur (bersyukur) berarti ungkapan rasa terima kasih kepada Allah swt. dengan membuka atau mengakui bahwa nikmat tersebut berasal dari-Nya. Serta direalisasikan dalam perbuatan dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah, menggunakan nikmat tersebut sesuai fungsinya, dan berusaha menahan diri dari larangan-Nya.
Bagaimana Cara Bersyukur
Syukur tidak hanya dengan mengucapkan pujian bagi Allah (mengatakan Alhamdulillah), akan tetapi syukur adalah dengan hati, lidah, dan perbuatan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah r.a bahwa, “syukur (yang sebenarnya) adalah dengan menggunakan hati, lisan (lidah), dan dengan perbuatan anggota badan”.
a.         Bersyukur Dengan Hati
Bersyukur dengan hati dilakukan dengan cara al-I’tiraf atau senantiasa menyadari, mengakui, mengingat dan menghadirkan dalam hati bahwa setiap nikmat yang kita rasakan tersebut dari Allah, dan bukan dari siapa pun. Allah lah, dengan kasih sayang-Nya, keutamaan dan kebaikan-Nya yang telah memberikannya kepada kita. Ingatlah, kapan pun saat hati kita merasakan hal itu, berarti hati kita sedang bersyukur kepada Allah.
b.        Bersyukur Dengan Lidah
Bersyukur dengan lidah dapat dilakukan dengan at-Tahadduts, yang berarti menyampaikan atau menyebut-nyebut nikmat tersebut, memuji Allah (dengan mengucapkan Alhamdulillah), serta menisbatkan nikmat itu kepada Allah. Bukan malah merasa sombong dan berbangga diri dengan kenikmatan itu seolah semua itu hanyalah hasil jerih payah kita. Seperti dijelaskan dalam firman Allah dalam surat adh-Dhuha ayat 11 berikut:
وَ اَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّث
“dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan”.
c.         Bersyukur dengan Perbuatan Anggota Badan
Bersyukur dengan perbuatatan anggota badan adalah syukur yang paling penting. Ia dilakukan dengan cara menggunakan semua nikmat tersebut dalam rangka membantu kita di dalam mentaati Allah (ath-Tha’ah). Kita pakai semua nikmat itu di jalan yang diridhoi oleh pemiliknya. Serta menahan diri agar jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya.
Selain itu, Imam Ghazali menegaskan bersyukur kepada Allah swt atas nikmat yang telah diberikan dengan anggota tubuh meliputi tujuh anggota yang penting berikut:
a.       Mata, mensyukuri nikmat adanya mata dengan tidak menggunakannya untuk melihat hal-hal yang maksiat.
b.      Telinga, digunakan hanya utnuk mendengarkan hal-hal yang baik yang boleh didengar.
c.       Lidah, mensyukurinya dengan banyak mengucap zikir, puji-pujian kepada Allah swt., dan mengungkapkan nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat ad-Dhuha di atas.
d.      Tangan, digunakan untuk melakukan kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, dan tidak menggunakannya utnuk hal-hal yang haram.
e.       Perut, dipakai hanya untuk memakan makanan yang halal dan baik serta tidak berlebih-lebihan (mubadzir).
f.       Kemaluan (seksual), untuki dipergunakan di jalan yang diridhai Allah (hanya bagi suami istri) dan disertai dengan niat memelihara diri dari perbuatan haram.
g.      Kaki, digunakan untuk berjalan ke tempat-tempat yang baik, seperti pergi ke masjid, berhaji ke baitullah, mencari rezeki yang halal, dan menolong sesama umat manusia.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa bersyukur itu tidak hanya dengan memuji Allah (dengan mengucapkan lafaz “Alhamdulillah”) saja, akan tetapi bersyukur juga dilakukan dengan cara mengakuinya dalam hati bahwa nikmat itu berasal dari Allah serta menggunakan nikmat tersebut untuk mencari ridha Allah swt.
Kepada Siapa Kita Hendaknya Bersyukur
Pada prinsipnya segala bentuk rasa syukur, harus kita tujukan kepada Allah  Swt. sebagaimana Al-Quran  memerintahkan  umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya:
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”. (Q.S Al-Baqarah: 152)
Namun demikian, walaupun  rasa syukur  harus  ditujukan  kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah “Alhamdulillah” dalam arti “segala puji (hanya) tertuju kepada  Allah”,  akan tetapi ini  bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur (berterima kasih) kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah.
Al-Quran secara tegas memerintahkan agar bersyukur kepada Allah dan juga mbrsyukur terhadap kedua orang tua (yang menjadi perantara  kehadiran  kita  di  pentas dunia  ini.)  seperti dalam surat Luqman ayat 14:
وَمَنْ لاَيَشْكُرِ النَّاسَ لاَيَشْكُرِ اللهَ
barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah”. (H.R Ahmad dan Baihaqi)
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selain kita harus menisbatkan rasa syukur kita hanya kepada Allah, kita juga diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur (berterima kasih) kepada kedua orang tua yang telah menjadi perantara kehadiran nikmat Allah berupa kehidupan ke dunia ini. Selain kepada kedua orang tua, kita juga jangan angkuh dan bodoh. Walaupun tidak disebutkan secara spesifik tentang bersyukur (berterima kasih) kepada sesama manusia, tapi kita juga harus berterima kasih kepada siapa saja (selain kedua orang tua), yang telah menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Misalnya, bisa jadi kita mendapatkan nikmat itu melalui teman kita, aktivitas jual beli, bekerja atau yang lainnya, semuanya itu adalah hanyalah perantara untuk mendapatkan nikmat. Dan kita tetap seharusnya berterima kasih kepada mereka semua.

Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar